Rabu, 11 November 2015
SAHAM PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI
OBJEK JAMINAN GADAI DAN FIDUSIA
Oleh:
ROSIDA DIANI[1]
ABSTRAK
Di dalam UU No.40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas diatur bahwa saham, yang merupakan modal dari suatu
perseroan, dapat dibebani dengan gadai dan fidusia. Saham merupakan benda
bergerak, hal ini diatur di dalam Pasal 60 UU PT dan hal ini juga sesuai dengan
Pasal 511 KUHPerdata. Oleh karena merupakan benda bergerak, maka secara
yuridis, diatur di dalam Pasal 1150-1160 KUHPerdata pembebanan jaminannya
dengan hak gadai. Berdasarkan UU No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia maka saham
sebagai benda bergerak juga dapat dibebani dengan jaminan fidusia. Gadai saham
atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan
daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 UU PT. Hak suara atas saham
yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang
saham Hal ini sesuai dengan sifat dari gadai, yang merupakan hak menguasai barang
tetapi tidak meliputi hak untuk memakai, menikmati, atau memungut hasil barang
yang dipakai sebagai jaminan. Namun apabila diperjanjikan antara pemberi gadai
dan penerima gadai, maka dimungkinkan hak atas deviden diberikan juga kepada penerima
gadai.
Kata kunci : saham,
gadai, fidusia, perseroan terbatas
A.
PENDAHULUAN
Perseroan
Terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum. Badan hukum ini tidak
disebut “persekutuan” tetapi “perseroan” sebab modal badan hukum ini terdiri
dari sero-sero atau saham-saham. Istilah “terbatas” tertuju pada tanggung jawab
persero atau pemegang saham, yang luasnya terbatas pada nilai nominal semua
saham yang dimilikinya.[2]
Definisi yuridis
perseroan terbatas terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Modal saham
atau modal sero menurut Soemitro di dalam bahasa Belanda disebut maatschapelijk kapitaal atau statutaire kapitaal, yaitu jumlah modal yang
disebut dalam akta pendirian, merupakan suatu jumlah maksimum sampai jumlah
mana dapat dikeluarkan jumlah surat-surat saham.[3]
Lain lagi menurut kansil, menurutnya modal perseroan disebutnya juga sebagai
modal masyarakat. Mengapa dikatakan demikian, dikarenakan jumlah modal yang
disebut di dalam akta pendirian PT merupakan suatu jumlah maksimum sampai mana
dapat dikeluarkan surat-surat saham.[4]
Modal
dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Modal dasar Perseroan
paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Paling sedikit 25%
(dua puluh lima persen) dari modal dasar tersebut harus ditempatkan dan disetor
penuh. Saham merupakan harta kekayaan perseroan yang mempunyai nilai nominal.
Hal ini menyebabkan saham dapat dijadikan objek jaminan.
Lembaga
jaminan diperlukan dalam hubungannya dengan perjanjian kredit. Adanya jaminan
bagi pemberian kredit tersebut demi keamanan modal dan kepastian hukum bagi si
pemberi modal atau pemberi kredit. Disinilah arti pentingnya lembaga jaminan.[5] Berdasarkan
kriterianya, lembaga jaminan terdiri dari jaminan yang lahir karena ditentukan
UU atau Perjanjian, jaminan umum dan khusus, jaminan perorangan dan kebendaan,
jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak, jaminan dengan menguasai benda
dan tanpa menguasai benda.[6]
Jaminan
yang ditentukan oleh undang-undang ialah jaminan yang adanya ditunjuk oleh
undang-undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak. Berbeda dengan jaminan
yang lahir karena perjanjian, dimana adanya jaminan memang diinginkan oleh para
pihak, yang diikat dalam suatu perjanjian.
Jaminan
umum adalah jaminan yang ditentukan di dalam Pasal 1131 KUHPerdata, dimana
semua benda milik debitur, bergerak atau tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada menjadi tanggungan hutang yang dibuatnya. Ketentuan ini merupakan
suatu jaminan terhadap pembayaran hutang-hutang debitur, tanpa diperjanjikan
dan tanpa menunjuk benda khusus dari si debitur. Jaminan khusus adalah
penunjukan atas benda tertentu milik debitur atau milik pihak ketiga, yang
dimaksudkan sebagai jaminan hutangnya kepada kreditur, dimana jika debitur
wanprestasi atas pembayaran hutangnya hasil penjualan benda objek tersebut
harus terlebih dahulu (preferens) dibayar pada kreditur yang bersangkutan untuk
melunasi pembayaran hutangnya, sedangkan jika ada sisanya, baru dibagi-bagikan
kepada kreditur yang lain (kreditur kongkuren).[7]
Sebagaimana
ketentuan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), hak jaminan
yang dimiliki kreditur bersifat sebagai hak
kebendaan, karena lahir bukan dari perjanjian obligator, melainkan dari
perjanjian
kebendaan. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang
dibuat oleh
para pihak untuk melahirkan, mengubah atau meniadakan hak
kebendaan.
Sebagai perjanjian kebendaan, maka kreditur sebagai pemegang
hak jaminan,
akan memiliki hak-hak kebendaan dengan ciri yang sangat
istimewa
yaitu : hak kebendaan bersifat mutlak, ada droit de suite, dan
preferensi,
dan ada prioritas.[8]
Mengenai
saham, sebagai harta kekayaan perseroan yang mempunyai nilai dan dapat
dijaminkan, diatur di dalam Pasal 60 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, (selanjutnya disebut UU PT) disebutkan bahwa :
1)
Saham merupakan benda bergerak dan
memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.
2)
Saham dapat diagunkan dengan gadai atau
jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.
3)
Gadai saham atau jaminan fidusia atas
saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50.
4)
Hak suara atas saham yang diagunkan
dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham.
Dalam UU PT tersebut, disebutkan bahwa
saham merupakan benda bergerak. Menimbulkan pertanyaan mengapa saham
dikategorikan sebagai benda bergerak? Apa dasar yuridis yang dapat
mengkategorikan saham sebagai benda bergerak. Kemudian dalam Ayat (2)nya
menentukan ”saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang
tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar”. Ketentuan tersebut proposisinya
masih tentatif sifatnya, sehingga perlu ditelusuri konstruksi yuridis
normatifnya berdasarkan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum positif yang mengatur
tentang gadai maupun fidusia. Selain itu di dalam ayat (2) juga disebutkan
bahwa “Saham
dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia”. Hal ini secara teoritis
menimbulkan pertanyaan, saham saat dijadikan objek jaminan, apakah bedanya saat
saham digadaikan dengan saham dijadikan objek fidusia.
Dalam ayat (3)
disebutkan mengenai “Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah
didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat
dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50” didaftarkan dimana saham yang digadaikan dan dijaminkan fidusia ini, apakah
ada akibat hukumnya apabila tidak dicatat di dalam daftar pemegang saham.
Kemudian pada ayat (4) “Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau
jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham” hal ini menimbulkan
permasalahan, bagaimana jika pemegang saham melakukan hal-hal yang merugikan.
Di dalam tulisan ini, akan diuraikan mengenai hal-hal tersebut.
B.
PEMBAHASAN
Korporasi
merupakan istilah yang biasa digunakan oleh para ahli hukum pidana dan
kriminologi untuk menyebut apa yang dalam bidang hukum lain, khususnya bidang
hukum perdata, sebagai badan hukum, atau dalam bahasa Belanda disebut rechtpersoon atau dalam bahasa Inggris
dengan istilah legal person atau legal body.[9]
Salah satu korporasi atau badan hukum itu yaitu Perseroan Terbatas.
Menurut
Rr.Dijan Widijowati, perseroran terbatas merupakan suatu badan usaha yang
mempunyai kekayaan, hak serta kewajiban sendiri yang terpisah dari kekayaan,
hak serta kewajiban para pendiri maupun pemilik perseroan.[10]
Perseroan
Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.[11]
Dari definisi tersebut maka
unsur-unsur Perseroan Terbatas (PT), yaitu:[12]
1.
Perseroan Terbatas adalah badan hukum
2.
Didirikan berdasarkan perjanjian
3.
Melakukan kegiatan usaha
4.
Modalnya terdiri dari saham-saham
Dalam
Pasal 7 ayat (1) UU PT disebutkan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang
atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Yang
dimaksud dengan akta notaris sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 UU No.30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di
hadapan Notaris, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini.
Dari
ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU PT dan Pasal 1 UU No.30 tahun 2004, dapat
disimpulkan bahwa ada 2 syarat yang dipenuhi untuk mendirikan suatu PT, yaitu:[13]
1) Syarat
subjektif, minimal 2 orang. Yang dimaksud dengan orang termasuk badan hukum.
Jadi misalnya ada 2 (dua) PT akan mendirikan PT baru, berarti boleh, karena
memenuhi dua unsur orang tersebut.
2) Syarat
objektif, dengan akta notaris dan akta tersebut dibuat dalam bahasa Indonesia.
Di
dalam akta Notaris ini berisi anggaran dasar perseroan yang kemudian dimintakan
pengesahan atau bewllinging atau
persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jika kedudukan Perseroan
sebagai badan hukum, maka unsur-unsur badan hukum sesuai dengan de heersende
leer ada pada PT, seperti;[14]
1. Adanya
kekayaan terpisah;
2. Adanya
tujuan tertentu;
3. Adanya
kepentingan sendiri;
4. Adanya
organisasi yang teratur, dapat dilihat di dalam PT sebagai badan hukum.
Perseroan
terbatas, sebagai suatu badan hukum berarti bahwa tanggung jawab pemilik dan
pemegang saham adalah terbatas. Pada pasal 3 ayat (1) UU PT menentukan bahwa
pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan
yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian
perseroan melebihi saham yang dimilikinya.[15]
Seperti
diuraikan sebelumnya, Saham merupakan modal Perseroan yang memiliki nilai
nominal, setiap pemegang saham diberi bukti
pemilikan saham untuk saham yang dimiliki oleh para Pesero
tersebut. Pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam
Anggaran
Dasar Perseroan. Pengertian Modal atau kapital itu
sendiri sering diartikan sebagai kekayaan total seseorang atau suatu badan atau
nilai total dari usaha ekonomi, kekayaan usaha yang segera dapat diubah ke
dalam bentuk kontan, bagian pokok dari pinjaman sebagai yang dibedakan dari
bunga, bahkan sering diartikan uang saja adalah faktor yang mutlak penting dan
perlu ada dalam setiap perusahaan, seperti halnya PT.[16]
Berdasarkan
Pasal 32 dan Pasal 33 UU No. 40 Tahun 2007, modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh
nilai nominal saham paling sedikit Rp 50.000.000,-(limapuluh juta rupiah). Dan
paling sedikit 25% (duapuluh lima persen) dari modal dasar harus telah
ditempatkan dan disetor penuh pada saat pendirian Perseroan.
Mengingat
Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan usaha berbentuk badan hukum yang modalnya
terdiri dari saham-saham, sehingga merupakan persekutuan modal maka dalam
Undang-Undang ini ditetapkan bahwa semua saham yang ditempatkan harus disetor
penuh agar dalam melaksanakan usahanya mampu berfungsi secara sehat, berdaya
guna, dan berhasil guna.
Hal-hal yang
perlu diketahui mengenai modal dan saham ini sebagaimana diatur didalam UU PT,
antara lain:
1)
Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam
bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran modal saham
dilakukan dalam bentuk lain, penilaian setoran modal saham ditentukan
berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh
ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
2)
Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak
harus diumumkan dalam satu surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 hari
setelah akta pendirian ditandatangani, atau setelah RUPS memutuskan penyetoran
saham tersebut.
3)
Perseroan dilarang mengeluarkan saham, baik untuk
dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara
langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. Ketentuan larangan
kepemilikan saham tersebut tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang
diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat.
4)
Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan
persetujuan RUPS. RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna
menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS, untuk jangka waktu paling lama satu
tahun.
5)
Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal
harus terlebih dahulu ditawarkan pada setiap pemegang saham, seimbang dengan
pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
6)
Dalam hal saham yang dikeluarkan, penambahan modal
merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, dan yang berhak
membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham, sesuai dengan
perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
7)
Keputusan RUPS tentang pengurangan modal di tempatkan
dan disetor, dilakukan dengan cara penarikan kembali saham atau penurunan nilai
nominal saham.
8)
Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.
Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam Anggaran Dasar dengan
memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9)
Dalam hal persyaratan kepemilikan saham tersebut telah
ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak
yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku
pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus
dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.
10) Nilai saham
harus dicantumkan dalam mata uang rupiah, sementara saham tanpa nilai, nominal
tidak dapat dikeluarkan.
11) Direksi
Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham yang memuat
sekurang-kurangnya :
a.
Nama dan alamat pemegang saham.
b.
Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki
pemegang saham dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu
klasifikasi saham.
c.
Jumlah yang disetor atas setiap saham.
d.
Nama serta alamat dari orang perseorangan atau badan
hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia
saham, dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia
tersebut.
Modal Perseroan Terbatas terdiri
dari saham-saham yang merupakan modal Perseroan dengan nilai nominal yang
ditetapkan, dan setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat
dibagi. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas menetapkan satu klasifikasi saham
atau lebih, dengan setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada
pemegangnya hak yang sama. Apabila terdapat lebih dari satu klasifikasi saham,
maka Anggaran Dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa. Adapun
yang dimaksud dengan klasifikasi saham adalah pengelompokan saham berdasarkan karakteristik
yang sama (penjelasan Pasal 53 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007).
Sedangkan saham biasa adalah saham
yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala
hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen
yang dibagikan dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Berdasarkan ketentuan pasal 53 UU
No. 40 Tahun 2007 dalam Ayat (1) yang menentukan bahwa, “Anggaran Dasar
menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih”. Dalam hal terdapat lebih
dari 1 (satu) klasifikasi saham, Anggaran Dasar menetapkan salah satu di
antaranya sebagai saham biasa. Adapun klasifikasi saham sebagaimana dimaksud
tersebut, antara lain :
1)
Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara.
2)
Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
3)
Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik
kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain.
4)
Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian
dividen secara akumulatif atau nonkumulatif.
5)
Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa
kekayaan Perseroan dalam likuidasi.
Dalam
Pasal 60 ayat (1) disebutkan bahwa “Saham merupakan benda bergerak dan
memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.”
Untuk
menjelaskan konstruksi hukum saham sebagai suatu benda bergerak maka akan
dijelaskan terlebih dahulu pengertian benda dan kebendaan. Hak kebendaan adalah
suatu kekuasaan mutlak yang diberikan kepada subjek hukum oleh hukum untuk
menguasai suatu benda secara langsung dalam tangan siapapun benda itu berada.[17]
Menurut
Gunawan Widjaja, yang dinamakan dengan benda adalah segala barang dan hak yang
dapat dikuasai dengan hak milik, atau dengan kata lain yang disebut dengan
benda adalah barang dan hak yang dapat dimiliki.[18]
Pengertian
benda menurut Sri Soedewi Masjchoen, adalah :
“...juga
terhadap benda sama halnya yang merupakan benda pertama-tama ialah barang yang
berwujud yang dapat ditangkap dengan panca-indera tapi barang yang tak berwujud
termasuk benda juga. Pendek kata pengertian benda secara yuridis adalah segala
sesuatu yang dapat menjadi objek eigendom (hak milik) pasal 499 KUHPerdata”[19]
Dalam
KUHPerdata, kata “zaak” dipakai tidak hanya dalam arti barang yang berwujud
saja, misalnya Pasal 580 KUHPerdata menentukan bahwa beberapa hak yang disebut
dalam pasal itu merupakan “benda tak bergerak”. Pasal 511 KUHPerdata juga
menyebut beberapa hak, bunga uang, perutangan dan penagihan sebagai benda
bergerak.[20]
Jadi
di dalam sistem hukum Perdata KUHPerdata kata “zaak” dipakai dalam dua arti.
Pertama, dalam arti barang yang bewujud, kedua dalam arti bagian daripada harta
kekayaan. Dalam arti kedua ini (yaitu sebagai bagian dari harta kekayaan) yang
termasuk zaak adalah selain daripada barang yang berwujud, juga beberapa hak
tertentu sebagai barang yang berwujud, juga beberapa hak tertentu sebagai
barang yang tidak berwujud.[21]
Menurut
sistem hukum perdata Barat sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata, benda dapat
dibedakan dalam barang-barang berwujud (lichamelijk)
dan barang-barang tidak berwujud (onlichamelijk),
barang yang bergerak dan barang tak bergerak. Barang yang dapat dipakai habis (verbruikbaar) dan barang-barang yang tak
dapat dipakai habis (onverbruikbaar).
Barang-barang yang sudah ada (tegenwoordige
zaken) dan barang-barang yang masih akan ada (toekomstige).
Dari
jenis-jenis tersebut, yang akan diuraikan disini adalah benda bergerak dan benda
tetap (benda tak bergerak). Benda tak bergerak itu dibedakan antara lain:
1) Benda
tidak bergerak menurut sifatnya; tanah dan segala sesuatu yang melekat di
atasnya, mislanya; pohon-pohon, tumbuh-tumbuhan kecil.
2) Benda
tidak bergerak karena tujuannya, misalnya : mesin alat-alat yang dipakai di
dalam pabrik.
3) Benda
tidak bergerak menurut ketentuan undang-undang. Ini berwujud hak-hak atas
benda-benda yang tak bergerak, misalnya hak memungut hasil atas benda tidak
bergerak, hipotik, dan lain-lain.[22]
Benda
bergerak dibedakan atas:
1. Benda
bergerak karena sifatnya, menurut Pasal 509 KUHPerdata ialah benda yang dapat
dipindahkan, misalnya meja, atau dapat pindah dengan sendirinya, misal: ternak
2. Benda
bergerak karena ketentuan undang-undang menurut Pasal 511 KUHPerdata ialah
hak-hak atas benda yang bergerak, misalnya: hak memungut hasil (vruchtgebruik) atas benda bergerak, hak
pemakaian (gebruik) atas benda
bergerak, saham-saham daripada NV, dan lain-lain.[23]
Sehingga
berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, saham perseroan merupakan benda
bergerak karena ketentuan undang-undang yaitu Pasal 511 KUHPerdata.
Dalam
Pasal 60 ayat (1), “Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya”. Di dalam saham itu
melekat hak-hak atas pemilik saham, sebagaimana diatur di dalam Pasal 52 UU
No.40 Tahun 2007, yaitu sebagai berikut:
a) menghadiri
dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b) menerima
pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
c) menjalankan
hak lainnya berdasarkan Undang-Undang.
Hak-hak tersebut berlaku setelah saham dicatat dalam
daftar pemegang saham atas nama pemiliknya. Ketentuan huruf a dan huruf c tidak
berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-Undang PT. Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak
dapat dibagi. Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang,
hak yang timbul dari saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu)
orang sebagai wakil bersama.
Dalam Pasal 60 ayat (2), disebutkan “Saham dapat
diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain
dalam anggaran dasar”. Ketentuan ini memberikan dua pilihan lembaga jaminan
bagi saham, yaitu:
1) gadai
2) fidusia
Alasan mengapa lembaga jaminan yang digunakan pada
saham adalah gadai atau fidusia karena saham merupakan benda bergerak. Menurut
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak
dikarenakan berhubungan dengan 4 hal penting, yaitu:
1)
bezit
berlaku
Pasal 1977 KUHperdata, bahwa bezitter dari barang bergerak aalah sebagai
eigenaar dari barang tersebut. Sedangkan kalau mengenai barang tidak bergerak
tidak demikian halnya.
2) levering
(penyerahan)
levering
benda bergerak itu dapat dilakukan dengan penyerahan nyata, sedangkan terhadap
benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama.
3) verjaring
(kadaluwarsa)
terhadap
benda-benda bergerak, tidak dikenal verjaring sebab bezit disini sama dengan
eigendom atas benda bergerak itu sendiri, sednagkan untuk benda tak bergerak
mengenal adanya verjaring.
4) bezwaring
(pembebanan)
mengenai
pembebanan terhadap benda bergerak dilakukan dengan gadai sedangkan terhadap
benda tak bergerak dilakukan dengan hipotik.[24]
Berdasarkan UU No.42
Tahun 1999 tentang Fidusia, sekarang benda bergerak pembebananya bukan hanya
dengan gadai tetapi juga dapat dengan fidusia. Untuk benda tidak bergerak yang
berupa hak atas tanah dengan Hak tanggungan sebagaimana diatur dalam UU No.4
Tahun 1996, juga dapat dengan fidusia untuk benda-benda tidak bergerak yang
tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
Pasal 1150 KUHPerdata, merumuskan pengertian gadai
sebagai berikut: gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu
barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya
sebagai jaminan atas hutangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan piutangnya dari barang-barang itu dengan mendahulukan
pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain, dengan
pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai
pemilikan atau pengusaan dan biaya penyelamatan barang itu yang dikeluarkan
setelah barang itu digadaikan, dan yang harus didahulukan.[25]
Dari ketentuan 1150 KUHPerdata ini dapat dilihat
bahwa para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai ada 2 (dua) yaitu pihak
pemberi gadai (debitur) dan pihak penerima (pemegang) gadai (kreditur). Dalam
pasal 1150 KUHPerdata ini diketahui juga bahwa perjanjian gadai merupakan
perjanjian accesoir, artinya merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian
pokok, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang. Tujuan dari perjanjian ini adalah
untuk menjaga jangan sampai debitur lalai membayar kembali uang pinjaman itu
atau bunganya.[26]
Dalam Pasal 115 ayat (2) disebutkan
bahwa gadai tidak sah, jika benda gadai tetap berada di bawah kekuasaan
debitur, artinya benda gadai harus ditangan si penerima gadai atau di tangan
pihak III yang disetujui oleh kedua belah pihak. Jika benda gadai keluar dari
kekuasaan si penerima (pemegang) gadai, maka perjanjian gadai menjadi tidak sah
(hapus).
Apabila saham itu tidak didalam
kekuasaan penerima jaminan maka bentuk lembaga jaminan itu adalah fidusia. Dalam
Pasal 1 angka 1 UU Fidusia dijelaskan definisi Fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Dalam Pasal 1 angka 2 disebutkan Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda
bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang
tetap berada dalam penguasaan Pemberi
Fidusia,sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
syarat-syarat gadai untuk benda bergerak
yang berwujud dan surat piutang yang aan toonder (kepada pembawa) yaitu :[27]
1)
harus ada perjanjian untuk memberi hak
gadai ini (pand overeenkomst).
Perjanjian ini bentuknya dalam KUHPerdata tidak diisyaratkan apa-apa, karenanya
bentuk perjanjian pand ini dapat bebas tak terikat oleh suatu bentuk tertentu.
Namun, sekarang bentuknya biasanya tertulis dengan akta otentik.
2)
Syarat yang kedua, barang yang
digadaikan itu harus dilepaskan/beradi diluar kekuasaan dari si pemberi gadai (inbezitstelling). Dengan kata lain
barang itu harus berada dalam kekuasaan si pemegang gadai.
Kalau
yang digadaikan itu berwujud surat piutang atas nama, maka syarat-syaratnya
adalah:[28]
1)
Harus ada perjanjian gadai
2)
Harus ada pemberitahuan kepada debitur
dari piutang yang digadaikan itu .
Berkaitan dengan gadai
saham perseroan terbatas, maka cara gadai saham adalah:
1. Adanya
perjanjian gadai antara pemegang saham dengan perima gadai. Perjanjian gadai
ini merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari perjanjian pokoknya, yaitu
perjanjian utang piutang.
2. Barang yang
dijadikan objek gadai harus diserahkan kepada penerima gadai. Jadi barang itu
harus ada dalam kekuasaan penerima gadai.
Dalam Pasal 60 ayat (2), disebutkan
“Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak
ditentukan lain dalam anggaran dasar”. Ketentuan selain menjelaskan bahwa
saham dapat dibebani dengan hak gadai atau fidusia, juga menjelaskan bahwa
pembebanan gadai dan fidusia ini bisa saja tidak dapat dilaksanakan, apabila di
dalam anggaran dasar suatu perseroan ada ketentuan yang melarang saham di
perseroan tersebut di bebani hak gadai atau fidusia.
Ketentuan
selanjutnya, di dalam Pasal 60 ayat (3) disebutkan bahwa Gadai saham atau
jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan
daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
Di
dalam Pasal 50 dijelaskan bahwa Direksi Perseroan wajib mengadakan dan
menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya:
1) nama
dan alamat pemegang saham;
2) jumlah,
nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya
dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;
3) jumlah
yang disetor atas setiap saham;
4) nama
dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai
atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan
hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;
5) keterangan
penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(2).
Selain daftar pemegang saham sebagaimana disebutkan
diatas, Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang
memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya
dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus ini dicatat
juga setiap perubahan kepemilikan saham. Daftar pemegang saham dan daftar
khusus ini disediakan di tempat kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh
para pemegang saham. Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal tidak mengatur
lain,
mata ketentuan-ketentuan ini berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.
Sehingga dari pencatatan ini kepastian
hukum bagi pemegang gadai lebih terjamin. Para pemegang saham yang lain, dan
semua pihak yang terlibat di dalam perseroan mengetahui bahwa saham atas nama
pemegangnya, sedang dibebani oleh hak gadai atau fidusia.
Dalam Pasal 60 ayat (4) disebutkan bahwa
Hak suara atas saham yang dibebani dengan gadai atau jaminan fidusia tetap
berada pada pemegang saham. Hal ini mempertegas kembali asas hukum
yang tidak memungkinkan pengalihan hak secara
terlepas dari kepemilikan atas saham. sedangkan mengenai hak lain di luar hak
suara seperti hak atas deviden dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di
antara pemegang agunan.
Hal ini sesuai dengan sifat dari gadai. Gadai itu
bersifat accesoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian pokok yang
berupa perjanjian pinjaman uang. Dan dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai si
berhutang itu lalai membayar kembali hutangnya. Hak gadai ini merupakan hak
menguasai barang yang tidak meliputi hak untuk memakai, menikmati atau memungut
hasil barang yang dipakai sebagai jaminan (lain halnya dengan hak memungut
hasil, hak pakai dan mendiami, dan lain-lain). Hak gadai ini juga tidak dapat
dibagi-bagi, artinya sebagian hak gadai itu tidak menjadi hapus dengan
dibayarkannya sebagian dari hutang. Gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.
C. PENUTUP
Saham perseroan
terbatas, berdasarkan Pasal 60 UU PT merupakan benda bergerak. Hal ini secara
yuridis juga diatur di dalam KUHPerdta Pasal 511. Sebagai benda bergerak, saham
dapat dibebani dengan hak gadai atau fidusia. Hal ini diatur di dalam
KUHPerdata pasal 1150 sampai dengan 1160. Pengaturan mengenai fidusia diatur di
dalam UU No.42 Tahun 1999. Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang
telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib
dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 UU PT. Hal ini agar lebih memberikan kepastian hukum bagi
penerima gadai. Namun Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau
jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham. Hal ini sesuai dengan sifat
gadai yang merupakan hak untuk menguasai saja, tetapi tidak meliputi hak untuk
menikmati, memungut hasil dari barang yang dipakai sebagai jaminan.
DAFTAR PUSTAKA
Arus Akbar Siloandae
dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam
Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010
CST.Kansil dan
Christine S.T Kansil, Modul Hukum
Perdata; Termasuk asas-asas Hukum perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004
Djaja S Meliala, Hukum
Perdata Dalam Perspektif BW, Nuansa Aulia, Bandung, 2012
Gunawan Widjaja, seri hukum bisnis; memahami prinsip
keterbukaan dalam hukum perdata, PT. Rajagrafindo persada, jakarta, 2006
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia;
Bentuk-bentuk Perusahaan, Djambatan, Jakarta, 2005
Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang
Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1985
Martiningsih, Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(CSR) dalam meningkatan kesejahteraan masyarakat, Tunas Gemilang Pres,
Palemban, 2014
Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara
di Indonesia, Dharma Muda, Surabaya, 1996
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis; Menata Bisnis Modern
di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2002
Nindyo Pramono, Hukum PT.Go Public dan Pasar Modal,
Penerbit Andi, Yogyakarta, 2013
Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifudin, Djohari Santoso, 1999, PengantarHukum Dagang Indonesia I, Gama
Media, Yogyakarta
Rochmat Soemitro, Penuntun Perseroan Terbatas dengan
Undang-Undang Pajak Perseroan, Eresco, 1979, Jakarta
Rr.Dijan Widijowati, Hukum Dagang, Penerbit Andi, Yogyakarta,
2012
Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan I, Hukum Jaminan di Indonesia
Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departeman Kehakiman, Jakarta, 2001
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Hukum Perdata;
Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981
Tom Gunadi, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan
UUD 1945, Angkasa, Bandung, 1981
UU
No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
UU
No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
[1] Dosen PNS Dpk Kopertis Wilayah
II Dpk Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Palembang
[2] H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia;
Bentuk-bentuk Perusahaan, Djambatan, Jakarta, 2005, hal.88
[3] Rochmat Soemitro, Penuntun Perseroan Terbatas dengan
Undang-Undang Pajak Perseroan, Eresco, 1979, Jakarta, hal.99
[4] Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Aksara Baru,
Jakarta, 1985, hal.99
[5] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan I, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departeman
Kehakiman, Jakarta, 2001, hal.2
[6] Ibid, hal. 43
[7] Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis; Menata Bisnis Modern
di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2002, hal.137
[9] Martiningsih, Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(CSR) dalam meningkatan kesejahteraan masyarakat, Tunas Gemilang Pres,
Palemban, 2014, hal.35
[10] Rr.Dijan Widijowati, Hukum Dagang, Penerbit Andi, Yogyakarta,
2012, hal.67
[11] Pasal 1 angka 1 UU No.40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas
[12]
Ridwan
Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifudin, Djohari Santoso, 1999, PengantarHukum Dagang Indonesia I, Gama
Media, Yogyakarta, hal. 33
[13] Nindyo Pramono, Hukum PT.Go Public dan Pasar Modal,
Penerbit Andi, Yogyakarta, 2013, hal.26
[14] Ibid, hal.33
[15] Arus Akbar Siloandae dan Andi
Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan
Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010, hal.98
[16] Tom Gunadi, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD 1945, Angkasa, Bandung,
1981, hal.249
[17] CST.Kansil dan Christine S.T
Kansil, Modul Hukum Perdata; Termasuk
asas-asas Hukum perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal.161
[18] Gunawan Widjaja, seri hukum
bisnis; memahami prinsip keterbukaan dalam hukum perdata, PT. Rajagrafindo
persada, jakarta, 2006, Hal.16
[19] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II,
Hukum Perdata; Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal.13
[20] Ibid, hal.14
[21] Ibid
[22] Ibid, hal.20
[23] Ibid, hal.21
[24] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II,
op.cit, hal.23
[25] Djaja S Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW,
Nuansa Aulia, Bandung, 2012, hal.127
[26] ibid
[27] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II,
op.cit, hal.99
[28] Ibid, hal.100
Langganan:
Postingan (Atom)