Senin, 07 Desember 2015

SAHAM PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI OBJEK JAMINAN GADAI DAN FIDUSIA



SAHAM PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI OBJEK JAMINAN GADAI DAN FIDUSIA
Oleh:
ROSIDA DIANI[1]
ABSTRAK
Di dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diatur bahwa saham, yang merupakan modal dari suatu perseroan, dapat dibebani dengan gadai dan fidusia. Saham merupakan benda bergerak, hal ini diatur di dalam Pasal 60 UU PT dan hal ini juga sesuai dengan Pasal 511 KUHPerdata. Oleh karena merupakan benda bergerak, maka secara yuridis, diatur di dalam Pasal 1150-1160 KUHPerdata pembebanan jaminannya dengan hak gadai. Berdasarkan UU No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia maka saham sebagai benda bergerak juga dapat dibebani dengan jaminan fidusia. Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 UU PT. Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham Hal ini sesuai dengan sifat dari gadai, yang merupakan hak menguasai barang tetapi tidak meliputi hak untuk memakai, menikmati, atau memungut hasil barang yang dipakai sebagai jaminan. Namun apabila diperjanjikan antara pemberi gadai dan penerima gadai, maka dimungkinkan hak atas deviden diberikan juga kepada penerima gadai.
Kata kunci : saham, gadai, fidusia, perseroan terbatas

A.      PENDAHULUAN
Perseroan Terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum. Badan hukum ini tidak disebut “persekutuan” tetapi “perseroan” sebab modal badan hukum ini terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Istilah “terbatas” tertuju pada tanggung jawab persero atau pemegang saham, yang luasnya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.[2]
Definisi yuridis perseroan terbatas terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Modal saham atau modal sero menurut Soemitro di dalam bahasa Belanda disebut maatschapelijk kapitaal atau statutaire kapitaal, yaitu jumlah modal yang disebut dalam akta pendirian, merupakan suatu jumlah maksimum sampai jumlah mana dapat dikeluarkan jumlah surat-surat saham.[3] Lain lagi menurut kansil, menurutnya modal perseroan disebutnya juga sebagai modal masyarakat. Mengapa dikatakan demikian, dikarenakan jumlah modal yang disebut di dalam akta pendirian PT merupakan suatu jumlah maksimum sampai mana dapat dikeluarkan surat-surat saham.[4]
Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar tersebut harus ditempatkan dan disetor penuh. Saham merupakan harta kekayaan perseroan yang mempunyai nilai nominal. Hal ini menyebabkan saham dapat dijadikan objek jaminan.
Lembaga jaminan diperlukan dalam hubungannya dengan perjanjian kredit. Adanya jaminan bagi pemberian kredit tersebut demi keamanan modal dan kepastian hukum bagi si pemberi modal atau pemberi kredit. Disinilah arti pentingnya lembaga jaminan.[5] Berdasarkan kriterianya, lembaga jaminan terdiri dari jaminan yang lahir karena ditentukan UU atau Perjanjian, jaminan umum dan khusus, jaminan perorangan dan kebendaan, jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak, jaminan dengan menguasai benda dan tanpa menguasai benda.[6]
Jaminan yang ditentukan oleh undang-undang ialah jaminan yang adanya ditunjuk oleh undang-undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak. Berbeda dengan jaminan yang lahir karena perjanjian, dimana adanya jaminan memang diinginkan oleh para pihak, yang diikat dalam suatu perjanjian.
Jaminan umum adalah jaminan yang ditentukan di dalam Pasal 1131 KUHPerdata, dimana semua benda milik debitur, bergerak atau tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi tanggungan hutang yang dibuatnya. Ketentuan ini merupakan suatu jaminan terhadap pembayaran hutang-hutang debitur, tanpa diperjanjikan dan tanpa menunjuk benda khusus dari si debitur. Jaminan khusus adalah penunjukan atas benda tertentu milik debitur atau milik pihak ketiga, yang dimaksudkan sebagai jaminan hutangnya kepada kreditur, dimana jika debitur wanprestasi atas pembayaran hutangnya hasil penjualan benda objek tersebut harus terlebih dahulu (preferens) dibayar pada kreditur yang bersangkutan untuk melunasi pembayaran hutangnya, sedangkan jika ada sisanya, baru dibagi-bagikan kepada kreditur yang lain (kreditur kongkuren).[7]
Sebagaimana ketentuan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), hak jaminan yang dimiliki kreditur bersifat sebagai hak kebendaan, karena lahir bukan dari perjanjian obligator, melainkan dari perjanjian kebendaan. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak untuk melahirkan, mengubah atau meniadakan hak kebendaan. Sebagai perjanjian kebendaan, maka kreditur sebagai pemegang hak jaminan, akan memiliki hak-hak kebendaan dengan ciri yang sangat istimewa yaitu : hak kebendaan bersifat mutlak, ada droit de suite, dan preferensi, dan ada prioritas.[8]
Mengenai saham, sebagai harta kekayaan perseroan yang mempunyai nilai dan dapat dijaminkan, diatur di dalam Pasal 60 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (selanjutnya disebut UU PT) disebutkan bahwa :
1)      Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.
2)      Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.
3)      Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
4)      Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham.
Dalam UU PT tersebut, disebutkan bahwa saham merupakan benda bergerak. Menimbulkan pertanyaan mengapa saham dikategorikan sebagai benda bergerak? Apa dasar yuridis yang dapat mengkategorikan saham sebagai benda bergerak. Kemudian dalam Ayat (2)nya menentukan ”saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar”. Ketentuan tersebut proposisinya masih tentatif sifatnya, sehingga perlu ditelusuri konstruksi yuridis normatifnya berdasarkan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum positif yang mengatur tentang gadai maupun fidusia. Selain itu di dalam ayat (2) juga disebutkan bahwa “Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia”. Hal ini secara teoritis menimbulkan pertanyaan, saham saat dijadikan objek jaminan, apakah bedanya saat saham digadaikan dengan saham dijadikan objek fidusia.
Dalam ayat (3) disebutkan mengenai “Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50” didaftarkan dimana saham yang digadaikan dan dijaminkan fidusia ini, apakah ada akibat hukumnya apabila tidak dicatat di dalam daftar pemegang saham. Kemudian pada ayat (4) “Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham” hal ini menimbulkan permasalahan, bagaimana jika pemegang saham melakukan hal-hal yang merugikan. Di dalam tulisan ini, akan diuraikan mengenai hal-hal tersebut.

B.       PEMBAHASAN
Korporasi merupakan istilah yang biasa digunakan oleh para ahli hukum pidana dan kriminologi untuk menyebut apa yang dalam bidang hukum lain, khususnya bidang hukum perdata, sebagai badan hukum, atau dalam bahasa Belanda disebut rechtpersoon atau dalam bahasa Inggris dengan istilah legal person atau legal body.[9] Salah satu korporasi atau badan hukum itu yaitu Perseroan Terbatas.
Menurut Rr.Dijan Widijowati, perseroran terbatas merupakan suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak serta kewajiban sendiri yang terpisah dari kekayaan, hak serta kewajiban para pendiri maupun pemilik perseroan.[10]
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.[11]
Dari definisi tersebut maka unsur-unsur Perseroan Terbatas (PT), yaitu:[12]
1.      Perseroan Terbatas adalah badan hukum
2.      Didirikan berdasarkan perjanjian
3.      Melakukan kegiatan usaha
4.      Modalnya terdiri dari saham-saham
Dalam Pasal 7 ayat (1) UU PT disebutkan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Yang dimaksud dengan akta notaris sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 UU No.30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Dari ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU PT dan Pasal 1 UU No.30 tahun 2004, dapat disimpulkan bahwa ada 2 syarat yang dipenuhi untuk mendirikan suatu PT, yaitu:[13]
1)      Syarat subjektif, minimal 2 orang. Yang dimaksud dengan orang termasuk badan hukum. Jadi misalnya ada 2 (dua) PT akan mendirikan PT baru, berarti boleh, karena memenuhi dua unsur orang tersebut.
2)      Syarat objektif, dengan akta notaris dan akta tersebut dibuat dalam bahasa Indonesia.
Di dalam akta Notaris ini berisi anggaran dasar perseroan yang kemudian dimintakan pengesahan atau bewllinging atau persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jika kedudukan Perseroan sebagai badan hukum, maka unsur-unsur badan hukum sesuai dengan de heersende leer ada pada PT, seperti;[14]
1.      Adanya kekayaan terpisah;
2.      Adanya tujuan tertentu;
3.      Adanya kepentingan sendiri;
4.      Adanya organisasi yang teratur, dapat dilihat di dalam PT sebagai badan hukum.
Perseroan terbatas, sebagai suatu badan hukum berarti bahwa tanggung jawab pemilik dan pemegang saham adalah terbatas. Pada pasal 3 ayat (1) UU PT menentukan bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimilikinya.[15]
Seperti diuraikan sebelumnya, Saham merupakan modal Perseroan yang memiliki nilai nominal, setiap pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimiliki oleh para Pesero tersebut. Pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan. Pengertian Modal atau kapital itu sendiri sering diartikan sebagai kekayaan total seseorang atau suatu badan atau nilai total dari usaha ekonomi, kekayaan usaha yang segera dapat diubah ke dalam bentuk kontan, bagian pokok dari pinjaman sebagai yang dibedakan dari bunga, bahkan sering diartikan uang saja adalah faktor yang mutlak penting dan perlu ada dalam setiap perusahaan, seperti halnya PT.[16]
Berdasarkan Pasal 32 dan Pasal 33 UU No. 40 Tahun 2007, modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham paling sedikit Rp 50.000.000,-(limapuluh juta rupiah). Dan paling sedikit 25% (duapuluh lima persen) dari modal dasar harus telah ditempatkan dan disetor penuh pada saat pendirian Perseroan.
Mengingat Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan usaha berbentuk badan hukum yang modalnya terdiri dari saham-saham, sehingga merupakan persekutuan modal maka dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa semua saham yang ditempatkan harus disetor penuh agar dalam melaksanakan usahanya mampu berfungsi secara sehat, berdaya guna, dan berhasil guna.
Hal-hal yang perlu diketahui mengenai modal dan saham ini sebagaimana diatur didalam UU PT, antara lain:
1)      Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
2)      Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam satu surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 hari setelah akta pendirian ditandatangani, atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.
3)      Perseroan dilarang mengeluarkan saham, baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. Ketentuan larangan kepemilikan saham tersebut tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat.
4)      Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS. RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS, untuk jangka waktu paling lama satu tahun.
5)      Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan pada setiap pemegang saham, seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
6)      Dalam hal saham yang dikeluarkan, penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, dan yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham, sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
7)      Keputusan RUPS tentang pengurangan modal di tempatkan dan disetor, dilakukan dengan cara penarikan kembali saham atau penurunan nilai nominal saham.
8)      Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam Anggaran Dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9)      Dalam hal persyaratan kepemilikan saham tersebut telah ditetapkan  dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.
10)  Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah, sementara saham tanpa nilai, nominal tidak dapat dikeluarkan.
11)  Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham yang memuat sekurang-kurangnya :
a.         Nama dan alamat pemegang saham.
b.        Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham.
c.         Jumlah yang disetor atas setiap saham.
d.        Nama serta alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham, dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut.
Modal Perseroan Terbatas terdiri dari saham-saham yang merupakan modal Perseroan dengan nilai nominal yang ditetapkan, dan setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas menetapkan satu klasifikasi saham atau lebih, dengan setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. Apabila terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, maka Anggaran Dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa. Adapun yang dimaksud dengan klasifikasi saham adalah pengelompokan saham berdasarkan karakteristik yang sama (penjelasan Pasal 53 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007).
Sedangkan saham biasa adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Berdasarkan ketentuan pasal 53 UU No. 40 Tahun 2007 dalam Ayat (1) yang menentukan bahwa, “Anggaran Dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih”. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, Anggaran Dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa. Adapun klasifikasi saham sebagaimana dimaksud tersebut, antara lain :
1)      Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara.
2)      Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
3)      Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain.
4)      Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara akumulatif atau nonkumulatif.
5)      Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.
Dalam Pasal 60 ayat (1) disebutkan bahwa “Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.”
Untuk menjelaskan konstruksi hukum saham sebagai suatu benda bergerak maka akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian benda dan kebendaan. Hak kebendaan adalah suatu kekuasaan mutlak yang diberikan kepada subjek hukum oleh hukum untuk menguasai suatu benda secara langsung dalam tangan siapapun benda itu berada.[17]
Menurut Gunawan Widjaja, yang dinamakan dengan benda adalah segala barang dan hak yang dapat dikuasai dengan hak milik, atau dengan kata lain yang disebut dengan benda adalah barang dan hak yang dapat dimiliki.[18]
Pengertian benda menurut Sri Soedewi Masjchoen, adalah :
“...juga terhadap benda sama halnya yang merupakan benda pertama-tama ialah barang yang berwujud yang dapat ditangkap dengan panca-indera tapi barang yang tak berwujud termasuk benda juga. Pendek kata pengertian benda secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek eigendom (hak milik) pasal 499 KUHPerdata”[19]
Dalam KUHPerdata, kata “zaak” dipakai tidak hanya dalam arti barang yang berwujud saja, misalnya Pasal 580 KUHPerdata menentukan bahwa beberapa hak yang disebut dalam pasal itu merupakan “benda tak bergerak”. Pasal 511 KUHPerdata juga menyebut beberapa hak, bunga uang, perutangan dan penagihan sebagai benda bergerak.[20]
Jadi di dalam sistem hukum Perdata KUHPerdata kata “zaak” dipakai dalam dua arti. Pertama, dalam arti barang yang bewujud, kedua dalam arti bagian daripada harta kekayaan. Dalam arti kedua ini (yaitu sebagai bagian dari harta kekayaan) yang termasuk zaak adalah selain daripada barang yang berwujud, juga beberapa hak tertentu sebagai barang yang berwujud, juga beberapa hak tertentu sebagai barang yang tidak berwujud.[21]
Menurut sistem hukum perdata Barat sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata, benda dapat dibedakan dalam barang-barang berwujud (lichamelijk) dan barang-barang tidak berwujud (onlichamelijk), barang yang bergerak dan barang tak bergerak. Barang yang dapat dipakai habis (verbruikbaar) dan barang-barang yang tak dapat dipakai habis (onverbruikbaar). Barang-barang yang sudah ada (tegenwoordige zaken) dan barang-barang yang masih akan ada (toekomstige).
Dari jenis-jenis tersebut, yang akan diuraikan disini adalah benda bergerak dan benda tetap (benda tak bergerak). Benda tak bergerak itu dibedakan antara lain:
1)      Benda tidak bergerak menurut sifatnya; tanah dan segala sesuatu yang melekat di atasnya, mislanya; pohon-pohon, tumbuh-tumbuhan kecil.
2)      Benda tidak bergerak karena tujuannya, misalnya : mesin alat-alat yang dipakai di dalam pabrik.
3)      Benda tidak bergerak menurut ketentuan undang-undang. Ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tak bergerak, misalnya hak memungut hasil atas benda tidak bergerak, hipotik, dan lain-lain.[22]
Benda bergerak dibedakan atas:
1.      Benda bergerak karena sifatnya, menurut Pasal 509 KUHPerdata ialah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, atau dapat pindah dengan sendirinya, misal: ternak
2.      Benda bergerak karena ketentuan undang-undang menurut Pasal 511 KUHPerdata ialah hak-hak atas benda yang bergerak, misalnya: hak memungut hasil (vruchtgebruik) atas benda bergerak, hak pemakaian (gebruik) atas benda bergerak, saham-saham daripada NV, dan lain-lain.[23]
Sehingga berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, saham perseroan merupakan benda bergerak karena ketentuan undang-undang yaitu Pasal 511 KUHPerdata.
Dalam Pasal 60 ayat (1), “Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya”. Di dalam saham itu melekat hak-hak atas pemilik saham, sebagaimana diatur di dalam Pasal 52 UU No.40 Tahun 2007, yaitu sebagai berikut:
a)      menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b)      menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
c)      menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang.
Hak-hak tersebut berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya. Ketentuan huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang PT. Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama.
Dalam Pasal 60 ayat (2), disebutkan “Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar”. Ketentuan ini memberikan dua pilihan lembaga jaminan bagi saham, yaitu:
1)      gadai
2)      fidusia

Alasan mengapa lembaga jaminan yang digunakan pada saham adalah gadai atau fidusia karena saham merupakan benda bergerak. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak dikarenakan berhubungan dengan 4 hal penting, yaitu:
1)      bezit
berlaku Pasal 1977 KUHperdata, bahwa bezitter dari barang bergerak aalah sebagai eigenaar dari barang tersebut. Sedangkan kalau mengenai barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
2)      levering (penyerahan)
levering benda bergerak itu dapat dilakukan dengan penyerahan nyata, sedangkan terhadap benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama.
3)      verjaring (kadaluwarsa)
terhadap benda-benda bergerak, tidak dikenal verjaring sebab bezit disini sama dengan eigendom atas benda bergerak itu sendiri, sednagkan untuk benda tak bergerak mengenal adanya verjaring.
4)      bezwaring (pembebanan)
mengenai pembebanan terhadap benda bergerak dilakukan dengan gadai sedangkan terhadap benda tak bergerak dilakukan dengan hipotik.[24]
Berdasarkan UU No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia, sekarang benda bergerak pembebananya bukan hanya dengan gadai tetapi juga dapat dengan fidusia. Untuk benda tidak bergerak yang berupa hak atas tanah dengan Hak tanggungan sebagaimana diatur dalam UU No.4 Tahun 1996, juga dapat dengan fidusia untuk benda-benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
Pasal 1150 KUHPerdata, merumuskan pengertian gadai sebagai berikut: gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya sebagai jaminan atas hutangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang-barang itu dengan mendahulukan pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain, dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau pengusaan dan biaya penyelamatan barang itu yang dikeluarkan setelah barang itu digadaikan, dan yang harus didahulukan.[25]
Dari ketentuan 1150 KUHPerdata ini dapat dilihat bahwa para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai ada 2 (dua) yaitu pihak pemberi gadai (debitur) dan pihak penerima (pemegang) gadai (kreditur). Dalam pasal 1150 KUHPerdata ini diketahui juga bahwa perjanjian gadai merupakan perjanjian accesoir, artinya merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang. Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk menjaga jangan sampai debitur lalai membayar kembali uang pinjaman itu atau bunganya.[26]
Dalam Pasal 115 ayat (2) disebutkan bahwa gadai tidak sah, jika benda gadai tetap berada di bawah kekuasaan debitur, artinya benda gadai harus ditangan si penerima gadai atau di tangan pihak III yang disetujui oleh kedua belah pihak. Jika benda gadai keluar dari kekuasaan si penerima (pemegang) gadai, maka perjanjian gadai menjadi tidak sah (hapus).
Apabila saham itu tidak didalam kekuasaan penerima jaminan maka bentuk lembaga jaminan itu adalah fidusia. Dalam Pasal 1 angka 1 UU Fidusia dijelaskan definisi Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dalam Pasal 1 angka 2 disebutkan Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan   Pemberi Fidusia,sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
syarat-syarat gadai untuk benda bergerak yang berwujud dan surat piutang yang aan toonder (kepada pembawa) yaitu :[27]
1)      harus ada perjanjian untuk memberi hak gadai ini (pand overeenkomst). Perjanjian ini bentuknya dalam KUHPerdata tidak diisyaratkan apa-apa, karenanya bentuk perjanjian pand ini dapat bebas tak terikat oleh suatu bentuk tertentu. Namun, sekarang bentuknya biasanya tertulis dengan akta otentik.
2)      Syarat yang kedua, barang yang digadaikan itu harus dilepaskan/beradi diluar kekuasaan dari si pemberi gadai (inbezitstelling). Dengan kata lain barang itu harus berada dalam kekuasaan si pemegang gadai.
Kalau yang digadaikan itu berwujud surat piutang atas nama, maka syarat-syaratnya adalah:[28]
1)        Harus ada perjanjian gadai
2)        Harus ada pemberitahuan kepada debitur dari piutang yang digadaikan itu .
Berkaitan dengan gadai saham perseroan terbatas, maka cara gadai saham adalah:
1.      Adanya perjanjian gadai antara pemegang saham dengan perima gadai. Perjanjian gadai ini merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian utang piutang.
2.      Barang yang dijadikan objek gadai harus diserahkan kepada penerima gadai. Jadi barang itu harus ada dalam kekuasaan penerima gadai.

Dalam Pasal 60 ayat (2), disebutkan “Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar”. Ketentuan selain menjelaskan bahwa saham dapat dibebani dengan hak gadai atau fidusia, juga menjelaskan bahwa pembebanan gadai dan fidusia ini bisa saja tidak dapat dilaksanakan, apabila di dalam anggaran dasar suatu perseroan ada ketentuan yang melarang saham di perseroan tersebut di bebani hak gadai atau fidusia.
Ketentuan selanjutnya, di dalam Pasal 60 ayat (3) disebutkan bahwa Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
Di dalam Pasal 50 dijelaskan bahwa Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya:
1)      nama dan alamat pemegang saham;
2)      jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;
3)      jumlah yang disetor atas setiap saham;
4)      nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;
5)      keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
Selain daftar pemegang saham sebagaimana disebutkan diatas, Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus ini dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham. Daftar pemegang saham dan daftar khusus ini disediakan di tempat kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham. Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur
lain, mata ketentuan-ketentuan ini berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.
Sehingga dari pencatatan ini kepastian hukum bagi pemegang gadai lebih terjamin. Para pemegang saham yang lain, dan semua pihak yang terlibat di dalam perseroan mengetahui bahwa saham atas nama pemegangnya, sedang dibebani oleh hak gadai atau fidusia.
Dalam Pasal 60 ayat (4) disebutkan bahwa Hak suara atas saham yang dibebani dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham. Hal ini mempertegas kembali asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak secara terlepas dari kepemilikan atas saham. sedangkan mengenai hak lain di luar hak suara seperti hak atas deviden dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang agunan.
Hal ini sesuai dengan sifat dari gadai. Gadai itu bersifat accesoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian pokok yang berupa perjanjian pinjaman uang. Dan dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai si berhutang itu lalai membayar kembali hutangnya. Hak gadai ini merupakan hak menguasai barang yang tidak meliputi hak untuk memakai, menikmati atau memungut hasil barang yang dipakai sebagai jaminan (lain halnya dengan hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami, dan lain-lain). Hak gadai ini juga tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian hak gadai itu tidak menjadi hapus dengan dibayarkannya sebagian dari hutang. Gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.

C.       PENUTUP
Saham perseroan terbatas, berdasarkan Pasal 60 UU PT merupakan benda bergerak. Hal ini secara yuridis juga diatur di dalam KUHPerdta Pasal 511. Sebagai benda bergerak, saham dapat dibebani dengan hak gadai atau fidusia. Hal ini diatur di dalam KUHPerdata pasal 1150 sampai dengan 1160. Pengaturan mengenai fidusia diatur di dalam UU No.42 Tahun 1999. Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 UU PT. Hal ini agar lebih memberikan kepastian hukum bagi penerima gadai. Namun Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham. Hal ini sesuai dengan sifat gadai yang merupakan hak untuk menguasai saja, tetapi tidak meliputi hak untuk menikmati, memungut hasil dari barang yang dipakai sebagai jaminan.

DAFTAR PUSTAKA
Arus Akbar Siloandae dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010
CST.Kansil dan Christine S.T Kansil, Modul Hukum Perdata; Termasuk asas-asas Hukum perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004
Djaja S Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, Nuansa Aulia, Bandung, 2012
Gunawan Widjaja, seri hukum bisnis; memahami prinsip keterbukaan dalam hukum perdata, PT. Rajagrafindo persada, jakarta, 2006
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia; Bentuk-bentuk Perusahaan, Djambatan, Jakarta, 2005
Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1985
Martiningsih, Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dalam meningkatan kesejahteraan masyarakat, Tunas Gemilang Pres, Palemban, 2014
Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara di Indonesia, Dharma Muda, Surabaya, 1996
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis; Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2002
Nindyo Pramono, Hukum PT.Go Public dan Pasar Modal, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2013
Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifudin, Djohari Santoso, 1999, PengantarHukum Dagang Indonesia I, Gama Media, Yogyakarta
Rochmat Soemitro, Penuntun Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, Eresco, 1979, Jakarta
Rr.Dijan Widijowati, Hukum Dagang, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2012
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan I, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departeman Kehakiman, Jakarta, 2001
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Hukum Perdata; Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981
Tom Gunadi, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD 1945, Angkasa, Bandung, 1981
UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata




[1] Dosen PNS Dpk Kopertis Wilayah II Dpk Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Palembang
[2] H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia; Bentuk-bentuk Perusahaan, Djambatan, Jakarta, 2005, hal.88
[3] Rochmat Soemitro, Penuntun Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, Eresco, 1979, Jakarta, hal.99
[4] Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1985, hal.99
[5] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan I, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departeman Kehakiman, Jakarta, 2001, hal.2
[6] Ibid, hal. 43
[7] Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis; Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2002, hal.137
[8] Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara di Indonesia, Dharma Muda, Surabaya, 1996, h. 33
[9] Martiningsih, Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dalam meningkatan kesejahteraan masyarakat, Tunas Gemilang Pres, Palemban, 2014, hal.35
[10] Rr.Dijan Widijowati, Hukum Dagang, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2012, hal.67
[11] Pasal 1 angka 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
[12] Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifudin, Djohari Santoso, 1999, PengantarHukum Dagang Indonesia I, Gama Media, Yogyakarta, hal. 33
[13] Nindyo Pramono, Hukum PT.Go Public dan Pasar Modal, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2013, hal.26
[14] Ibid, hal.33
[15] Arus Akbar Siloandae dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010, hal.98
[16] Tom Gunadi, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD 1945, Angkasa, Bandung, 1981, hal.249
[17] CST.Kansil dan Christine S.T Kansil, Modul Hukum Perdata; Termasuk asas-asas Hukum perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal.161
[18] Gunawan Widjaja, seri hukum bisnis; memahami prinsip keterbukaan dalam hukum perdata, PT. Rajagrafindo persada, jakarta, 2006, Hal.16
[19] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Hukum Perdata; Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal.13
[20] Ibid, hal.14
[21] Ibid
[22] Ibid, hal.20
[23] Ibid, hal.21
[24] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, op.cit, hal.23
[25] Djaja S Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, Nuansa Aulia, Bandung, 2012, hal.127
[26] ibid
[27] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, op.cit, hal.99
[28] Ibid, hal.100

Tidak ada komentar:

Posting Komentar