KAJIAN SAAT TERJADINYA KESEPAKATAN
DALAM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET MENURUT TEORI SAAT TERJADINYA
PERJANJIAN
Oleh :
ROSIDA DIANI[1]
ABSTRAK
Dalam perjanjian jual beli
melalui internet transaksi dilakukan tidaklah sama seperti perjanjian jual beli
secara konvensional dimana penjual dan pembeli bertatap muka secara langsung. Sehingga
menimbulkan pertanyaan mengenai kapan saat terjadinya kesepakatan. Untuk
menjawab hal tersebut dapat
menggunakan Teori Penerimaan yang mengajarkan kesepakatan terjadi pada
saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan. Kesepakatan
antara penjual dan pembeli terjadi saat penjual menerima jawaban dari pembeli.
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu melalui single click, "double click hingga three
click. Pada dasarnya ketentuan Pasal 1458 KUHPerdata tetaplah berlaku. Bahwa suatu
perjanjian dianggap telah terjadi pada saat salah satu pihak menyatakan sepakat
(menyepakati) pokok perjanjian yang dinyatakan oleh pihak lainnya. Pernyataan
tersebutlah yang dijadikan dasar kesepakatan (pernyataan kehendak) dari kedua
belah pihak.
Kata kunci :
perjanjian jual beli, internet,
kesepakatan
A.
PENDAHULUAN
Transaksi bisnis
semakin hari semakin pesat berkembang. Pada mulanya proses penawaran dan
perdagangan terjadi secara konvensional. Penjual dan pembeli melakukan
transaksi jual beli secara langsung face
to face. Penjual menawarkan barang kepada pembeli dengan membawa langsung
barang dagangannya atau pembeli yang mendatangi tempat berdagang si penjual.
Secara yuridis,
hubungan antara penjual dengan pembeli ini diikat dalam suatu perjanjian yang
disebut dengan perjajian jual beli. Hukum perjanjian menurut KUHPerdata
bersifat obligatoir, artinya baru meletakkan hak dan kewajiban pada
masing-masing pihak, belum memindahkan hak milik. Terhadap perjanjian jual beli
yang dibuat, harus disertai dengan levering
(penyerahan) barangnya, baru hak milik atas barang yang dijual berpindah dari
si penjual kepada si pembeli.[2]
Akan tetapi mengenai jual beli hak atas tanah, hak milik atas barang yang
dijual sudah berpindah dari pihak penjual kepada pihak pembeli pada saat
dibuatkan Akte Jual belinya, di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).[3]
Perjanjian menurut
Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut Djaja S. Meliala
perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan hukum kekayaan.[4]
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut
dinamakan perikatan.[5]
Menurut Pasal
1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang dijanjikan. Menurut subekti, jual beli adalah suatu
perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji
untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (si
pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai
imbalan dari perolehan hak milik tersebut.[6]
Yang harus
diserahkan oleh penjual kepada pembeli, adalah hak milik atas barangnya, bukan
sekedar kekuasaan atas barang tadi. Yang harus dilakukan adalah “penyerahan”
atau “levering” secara yuridis, bukannya penyerahan feitelijk.[7]
Perkataan jual
beli menunjukan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan
pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang
bertimbal balik sesuai dengan istilah Belanda “koop en verkoop” yang mengandung
pengertian bahwa pihak yang satu “verkoopt” (menjual) sedang yang lainnya
“koopt” (membeli). Dalam bahasa Inggris jual beli disebut hanya “sale” saja
yang berarti “penjualan” (hanya dari sudutnya si penjual), begitu juga berarti
“penjualan” sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainnya perkataan “kauf” yang
berarti “pembelian”.[8]
Sekarang ini
dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, transaksi bisnis berupa
perjanjian jual beli tidak hanya terjadi secara konvensional. Antara penjual
dan pembeli tetap dapat melakukan transaksi jual beli meski tidak bertatap muka
secara langsung. Penjual menawarkan produknya melalui media sosial seperti
website, instagram, facebook, BBM, dan lain-lain. Kemudian pembeli yang
tertarik dengan produk yang ditawarkan penjual itu memilih produknya hanya
melalui gambar yang diunggah dan melakukan komunikasi dengan penjual melalui
media sosial tersebut. Sehingga transaksi jual beli itu terjadi tanpa ada
pertemuan secara langsung antara kedua belah pihak.
Penyerahan
barang dari penjual kepada pembeli menggunakan jasa layanan pengiriman barang.
Dengan biaya ongkos kirim ditanggung oleh pembeli. Adanya bentuk transaksi jual
beli seperti ini dikenal dengan istilah perjanjian jual beli melalui internet. Transaksi
jual beli melalui internet ini dapat dikategorikan sebagai kontrak elektronik
sebagaimana diatur dalam Undang-UndangNomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (yang selanjutnya disebut UU ITE).
Dalam Pasal 1 angka 17 kontrak
elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Sedangkan
sistem elektronik itu sendiri adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis,
menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan atau menyebarkan
informasi elektronik.
Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 5
UU ITE. Ciri-ciri dari kontrak elektronik adalah:
1.
Dapat terjadi secara jarak jauh bahkan dapat melampaui
batas-batas suatu negara melalui internet;
2.
Para pihak dalam kontrak elektronik tidak pernah
bertatap muka (faceless nature), bahkan mungkin tidak akan pernah bertemu.[9]
Sebelum diberlakukannya UU ITE,
masyarakat yang telah memanfaatkan jenis kontrak elektronik, berpedoman pada Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut KUHPdt) sebagai perlindungan
hukumnya. Perjanjian jual beli melalui
internet ini merupakan bagian electronic
commerce (e-commerce).
Hal ini kemudian
menimbulkan pertanyaan mengenai kapan saat terjadinya kesepakatan antara
penjual dan pembeli. Mengetahui saat terjadinya kesepakatan sangatlah penting
karena berkaitan dengan keabsahan perjanjian. Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata,
syarat sahnya perjanjian ada empat, yaitu kesepakatan, cakap, Kausal yang halal
dan objek yang tertentu.
Keabsahan ini
akan menjadi hal yang sangat penting manakala terjadi sengketa.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam
tulisan ini akan diuraikan saat terjadinya kesepakatan dalam transaksi jual
beli melalui internet dianalisis menurut teori-teori perjanjian serta
pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan UU ITE.
B.
PEMBAHASAN
Sebelum diuraikan mengenai perjanjian jual
beli melalui internet (ecommerce), akan diuraikan terlebih dahulu mengenai
pengertian perjanjian dan syarat sah perjanjian. Pengertian perjanjian secara yuridis terdapat dalam Pasal 1313
KUHPer yang menyatakan bahwa : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Dari rumusan tersebut menegaskan bahwa
perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Hal
ini berarti bahwa dalam suatu perjanjian selalu akan ada dua pihak, dimana satu
pihak merupakan pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak yang lainnya
berhak atas prestasi (kreditur). Masing-masing pihak itu dapat terdiri dari
satu orang atau lebih. Bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut
dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.[10]
Definisi dari perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPer adalah tidak jelas
karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian. Selain itu dalam pengertian tersebut tidak
tampak adanya asas konsensualisme. Ketidakjelasan definisi tersebut disebabkan
dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan
perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian.
Istilah perjanjian dalam bahasa Belanda disebut Overeenkomst, sedangkan hukum perjanjian disebut Overeenkomstrecht.[11]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian didefinisikan sebagai
persetujuan (tertulis atau lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih,
masing-masing berjanji akan menaati apa yang disebut dalam persetujuan itu.[12]
Definisi perjanjian menurut Sudikno adalah hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum.[13]
Senada dengan pendapat Sudikno tersebut, menurut Subekti, suatu perjanjian
adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.[14]
Dari peristiwa itu, maka akan timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang
tersebut, yang berarti adanya hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Subekti mengemukakan bahwa perjanjian itu merupakan bagian dari
perikatan. Perikatan itu sendiri adalah suatu perhubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan
itu. Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu
menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping
sumber-sumber lain. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan
perikatan.[15]
Dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat:
a. Adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan
diri;
Para pihak yang mengadakan
perjanjian harus sepakat, setuju dan seia sekata dalam hal pokok daripada
perjanjian yang akan diadakan tersebut. Kata sepakat tersebut dapat batal
apabila terdapat unsur-unsur penipuan, paksaan dan kekhilafan. Dalam pasal 1321
KUHPer dinyatakan bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan
secara kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan/penipuan.[16]
b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;
Sebagai lawan dari cakap hukum (syarat
kecakapan) adalah tidak cakap hukum, hal ini diatur dalam Pasal 1330 KUHPer.
Dari Pasal 1330 KUHPer itu terdapat pengertian tidak cakap dalam 2 (dua) hal, yaitu:[17]
1) Orang di bawah umur adalah orang yang belum
kawin dan belum berumur 21 tahun.
2) Orang yang di bawah pengampuan (curatele) yaitu orang yang sudah dewasa
atau telah berumur di atas 21 tahun tetapi tidak mampu karena pemabuk, gila dan
pemboros.
c. Suatu hal tertentu;
Suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu
artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika
timbul suatu perselisihan. barang yang dimaksud dalam perjanjian paling sedikit
harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di
tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat tidak diharuskah oleh
undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat
dihitung atau ditetapkan.[18]
d. suatu sebab yang halal.
Pasal 1320 KUHPer tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang halal). Di dalam
Pasal 1337 KUHPer hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah
terlarang apabila bertentangan dengan Undang-Undang, Kesusilaan dan ketertiban
umum.
Transaksi jual beli melalui internet yang banyak
terjadi dewasa ini merupakan salah satu bagian dari apa yang dikenal dengan electronic commerce atau E-commerce. Ada juga yang menyebutnya
dengan electronic Business atau E-Business.
Yang dimaksud dengan e-commerce
adalah suatu proses berbisnis yang memakai tekhnologi elektronik yang
menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi
elektronik, dan pertukaran atau penjualan barang, servis dan informasi secara
elektronik. Dengan demikian, pada prinsipnya bisnis dengan e-commerce merupakan kegiatan bisnis tanpa warkat (paperless trading).[19]
Meskipun antara istilah e-commerce dengan e-business sering
dipersamakan, sebenarnya terdapat perbedaan yang prinsip di antara kedua
istilah tersebut. Istilah e-commerce dalam arti sempit diartikan
sebagai suatu transaksi jual beli atas suatu produk barang, jasa atau informasi
antarmitra bisnis dengan memakai jaringan computer yang berbasiskan pada
internet. Sedangankan e-commerce dalam arti luas diartikan sama
dengan istilah e-business, yakni mencakup tidak hanya transaksi online, tetapi juga
termasuk layanan pelanggan, hubungan dagang dengan mitra, dan transaksi
internal dalam sebuah organisasi.
Suatu kegiatan e-commerce dilakukan dengan
orientasi-orientasi sebagai berikut:
a.
Pembelian
on line (on-line transaction)
b.
Komunikasi
digital (digital communication),
yaitu suatu komunikasi secara elektronik
c.
Penyediaan
jasa (service), yang menyediakan
informasi tentang kualitas produk dan informasi instan terkini.
d.
Proses
bisnis, yang merupakan sistem dengan sasaran untuk meningkatkan otomatisasi
proses bisnis.
e.
Market of one, yang memungkinkan proses customization produk dan jasa untuk diadaptasikan pada kebutuhan
bisnis.[20]
Jual beli melalui internet termasuk
dalam orientasi pembelian on line (online transaction) sebagaimana diuraikan di atas. Perjanjian jual beli
secara online ini tunduk pada aturan-aturan yang terdapat di dalam KUHPerdata
tentang perikatan, UU Perlindungan Konsumen serta UU ITE.
Istilah perjanjian jual beli itu sendiri berasal dari terjemahan kata contract of sale.[21]
Ada juga yang menggunakan istilah Sale and Purchase sebagai istilah lain
dari perjanjian. Dalam bahasa Belanda istilah perjanjian jual beli disebut
dengan Koop en Verkoop. Di dalam
Hukum Inggris perjanjian jual beli dibagi menjadi dua macam, yaitu:[22]
(1) Sale
Adalah jual beli di mana hak milik atas barang
seketika berpindah kepada pembeli, misalnya dalam jual beli tunai di toko;
(2) Agreement
of sell
Adalah jual beli barang di mana pihak-pihak
setuju bahwa hak milik atas barang akan berpindah kepada pembeli pada suatu
waktu yang akan datang.
Dalam KUHPerdata Pasal 1457 dinyatakan bahwa Jual beli adalah
suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah dijanjikan. Menurut Munir Fuady, jual beli adalah suatu kontrak di mana 1
(satu) pihak, yakni yang disebut dengan pihak penjual mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak lainnya, yang disebut dengan pihak pembeli,
mengikatkan dirinnya untuk membayar harga dari benda tersebut sebesar yang
telah disepakati bersama.[23]
Jika barang-barang tidak dijual menurut
tumpukan, tetapi menurut berat, jumlah atau ukuran, maka barang-barang itu
tetap atas tanggungan si penjual hingga barang-barang ditimbang, dihitung atau
diukur. Jika sebaliknya barang-barang dijual menurut tumpukan, maka
barang-barang itu adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun belum ditimbang,
dihitung atau diukur (Pasal 1462 KUHPer).
Jual beli yang dilakukan dengan percobaan atau
mengenai barang-barang yang biasanya dicoba terlebih dahulu, selalu dianggap
telah dibuat dengan syarat tangguh. Jika pembelian dibuat dengan memberi uang
panjar tak dapatlah salah satu pihak meniadakan pemberian itu dengan menyuruh
memiliki atau mengembalikan uang panjar itu.
Pada setiap jual beli sekurang-kurangnya
terdapat 2 (dua) pihak, yaitu pihak penjual yang berkewajiban menyerahkan
barang objek jual beli, dan pihak pembeli yang berkewajiban membayar harga
pembelian.
Dalam suatu jual beli disamping kewajiban
pihak penjual untuk menyerahkan barang, kepada pihak penjual tersebut oleh
hukum juga dibebankan kewajiban untuk “menanggung”. Kewajiban penjual tersebut
akan diuraikan sebagai berikut:
a. Menyerahkan barang
Penyerahan adalah suatu
pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan si
pembeli. Biaya penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan
dipikul oleh pembeli, jika tidak telah diperjanjikan sebaliknya (Pasal 1475 dan
Pasal 1476 KUHPer). Penjual tidak diwajibkan menyerahkan barangnya, jika si
pembeli belum membayar harganya, sedangkan penjual tidak memperjanjikan untuk
penundaan pembayaran barang tersebut. Jika penyerahan barang jual beli tidak
dapat dilaksanakan karena kelalaian penjual, maka pembeli dapat menuntut
pembatalan pembelian, menurut ketentuan-ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUHPer.
Kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi
perlengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta
surat-surat bukti milik, jika ada.
b. Menanggung barang tersebut
Penanggungan
yang menjadi kewajiban si penjual terhadap pembeli adalah untuk menjamin dua
hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tentram, kedua
terhadap adanya cacat-cacat tersembunyi atau yang sedemikian rupa hingga
menerbitkan alasan untuk pembatalan pembelian. Hal ini diatur dalam Pasal 1491
– Pasal 1512 KUHPer.
Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga
pembelian, pada waktu di tempat sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian
(Pasal 1513 KUHPer). Kewajiban untuk membayar itu dapat ditangguhkan jika :
ú
Saat
dalam penguasaannya pembeli diganggu oleh suatu tuntutan hukum yang berdasarkan
hipotik atau
ú
suatu
tuntutan untuk meminta kembali barangnya, atau
ú
jika
pembeli mempunyai suatu alasan yang patut untuk berkhawatir bahwa ia akan
diganggu dalam penguasaannya,
hingga si penjual telah menghentikan gangguan
tersebut, kecuali jika si penjual memilih memberikan jaminan atau jika telah
diperjanjikan bahwa pembeli diwajibkan membayar biarpun masih terdapat segala
gangguan tersebut. Jika pembeli tidak membayar harga pembelian, penjual dapat
menuntut pembatalan pembelian, menurut ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUHPer
(Pasal 1517 KUHPer).
Menurut
ketentuan pasal 1320 KUHPer, untuk “adanya” perjanjian harus dipenuhi empat
syarat, salah satunya adalah “persetujuan atau kesepakatan” dari mereka yang
mengikatkan diri. Persetujuan ini dapat dikatakan secara tegas tetapi juga
dapat dengan tidak secara tegas dikatakan. Selain itu perjanjian juga sering
kali dilakukan tidak secara langsung bertatap muka, tetapi melalui
sarana-sarana lain, seperti surat tertulis, faximillie,
telepon atau via internet. Sehingga kemudian menimbulkan pertanyaan kapan dan
dimanakah persisnya terjadinya perjanjian itu. Karena sebagaimana diatur di dalam pasal 1458 KUHPer bahwa Jual beli itu dianggap telah terjadi antara
kedua belah pihak, seketika setelah orang-orang yang melakukan perjanjian itu
mencapai kesepakatan mengenai kebendaan tersebut dan harganya, meskipun
kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. Hak milik atas
barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya
belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616 KUHPer (Pasal1459 KUHPer).
Saat terjadi transaksi jual beli melalui internet perjanjian ini tidak
terjadi dengan bertatap muka secara langsung, sehingga menimbulkan suatu
pertanyaan kapankah terjadinya kesepakatan dari perjanjian jual beli melalui
internet itu? Penentuan waktu terjadinya kesepakatan ini penting karena
berkaitan dengan sah atau tidaknya perjanjian jual beli itu. Selain itu dalam
pasal 1458 KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian jual beli itu sudah sah
begitu adanya kesepakatan mengenai kebendaan dan harga meskipun belum dibayar
dan barang belum diserahkaan.
Untuk menjawab hal
ini, maka kita akan melihat beberapa teori tentang saat terjadinya kesepakatan.
Ada
lima teori yang mengemukakan mengenai saat terjadinya kesepakatan, yaitu[24]:
1.
Teori
Pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yang menerima
tawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu, misalnya saat menjatuhkan
bolpoin untuk menyatakan menerima. Kelemahannya sangat teoretis karena dianggap
terjadinya kesepakatan secara otomatis.
2.
Teori
pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat kehendak yang
dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. Kelemahannya adalah
bagaimana hal itu bisa diketahui? Bisa saja walaupun sudah dikirim tetapi tidak
diketahui oleh pihak yang menawarkan.
3.
Teori
Pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang
menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima (walaupun
penerimaan itu belum diterimanya dan tidak diketahui secara langsung).
Kelemahannya, bagaimana ia bisa mengetahui isi penerimaan itu apabila ia belum menerimanya.
4.
Teori
Penerimaan, mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan
menerima langsung jawaban dari pihak lawan. [25]
Berdasarkan dari teori saat
terjadinya kesepakatan tersebut di atas, maka dapatlah digunakan teori
Penerimaan, bahwa terjadinya kesepakatan saat penjual yang mempunyai toko
online menerima langsung jawaban dari konsumen atau pembeli. Bentuk pernyataan
sepakat dalam jual beli melalui internet ini dapat dilakukan dalam beberapa
pola. Metode atau pola yang digunakan adalah, melalui single click, "double click hingga three
click. Masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Pada prinsipnya,
pernyataan sepakat dari salah pihak atas pernyataan dari pihak lainnya telah
terwakili melalui tiga pola tersebut.
Sehingga meskipun perjanjian
jual beli secara online ini tidak dilakukan secara konvensional dengan bertatap
muka secara langsung antara penjual dan pembeli, dapatlah dikatakan ketentuan
Pasal 1458 KUHPerdata tetaplah berlaku. Bahwa suatu
perjanjian dianggap telah terjadi pada saat salah satu pihak menyatakan sepakat
(menyepakati) pokok perjanjian yang dinyatakan oleh pihak lainnya. Pernyataan
tersebutlah yang dijadikan dasar kesepakatan (pernyataan kehendak) dari kedua
belah pihak.
C.
KESIMPULAN
1. Perjanjian jual beli melalui internet berkembang
karena adanya perkembangan teknologi informasi
2. Dalam perjanjian jual beli melalui internet penjual
dan pembeli tidaklah bertatap muka secara langsung
3. Untuk menentukan saat terjadinya kesepakatan dalam
perjanjian jual beli melalui internet dilakukan dengan menggunakan Teori Penerimaan yang mengajarkan kesepakatan terjadi pada
saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
4. Aturan-aturan
mengenai perjanjian jual beli yang teradapat dalam KUHPerdata tetap dapat
diberlakukan dalam perjanjian jual beli melalui internet.
DAFTAR
PUSTAKA
C.S.T.Kansil
dan Christine S.T.Kansil, , Modul Hukum
Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramitha, Jakarta. 2000
Djaja S.
Meliala, Penuntun Praktis Hukum
Perjanjian Khusus; Jual-Beli, Sewa-Menyewa, Pinjam-Meminjam, Nuansa Aulia,
Bandung, 2012
Djaja S.Meliala, Hukum Perdata dalam Perspektif BW,
Nuansa Aulia, Bandung, 2012,
Elsi
Kartika Sari dan Advendi Simanungsong, Hukum
dalam Ekonomi, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2005
Gunawan
Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami
Prinsip Keterbukaan (Aavullendrecht) dalam Hukum Perdata, PT.RajaGrafindo
Persada, Jakarta. 2006
Munir Fuady, Pengantar Hukum
Bisnis, PT.Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2002
R.Subekti, Aneka Perjanjian, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995
R.Subekti, Hukum Perjanjian, PT.Intermasa, Jakarta, 2010
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2003
Sudikno
Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu
Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1997
Tim
penyusun Kamus Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. 1996
[1]
Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Palembang
[2]
Djaja S. Meliala, Penuntun Praktis Hukum
Perjanjian Khusus; Jual-Beli, Sewa-Menyewa, Pinjam-Meminjam, Nuansa Aulia, Bandung,
2012, hlm.iii
[3]
ibid
[4]
Djaja S.Meliala, Hukum Perdata dalam
Perspektif BW, Nuansa Aulia, Bandung, 2012, hlm.160
[5]
R.Subekti, Hukum Perjanjian,
PT.Intermasa, Jakarta, 2010, hlm.1
[6]
R.Subekti, Aneka Perjanjian,
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm.1
[7]
R.Subekti, 2010, hlm. 79
[8]
R.Subekti, 1995, hlm.2
[9]Asfandi, “Skripsi E-commerse,”http://.indoskripsi.com/tugas-makalah-judul-skripsi/mata-kuliah/hukum-pidana.
[10]Gunawan
Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami
Prinsip Keterbukaan (Aavullendrecht) dalam Hukum Perdata, PT.RajaGrafindo
Persada, Jakarta. 2006, hlm.249
[11] Elsi
Kartika Sari dan Advendi Simanungsong, Hukum
dalam Ekonomi, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2005, hlm.26
[12] Tim
penyusun Kamus Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
R.I. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. 1996, hlm.401
[13] Sudikno
Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu
Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1997, hlm.96
[14] Subekti,
2010, hlm.1
[15]
Ibid, hlm.2
[16] Elsi
Kartika Sari dan Advendi Simanungsong, op.cit.,
hlm.28
[17]
C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, , Modul
Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramitha, Jakarta. 2000 hlm.225
[18] Subekti,
1996, hlm.141
[19]
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT.Citra Aditya
Bakti, Jakarta, 2002, hlm.407
[20]
Ibid, hlm.408
[21] Salim
HS, 2005, op.cit., hlm.48
[22]
Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm.
243
[23] Munir
Fuady, 2007, op.cit., hlm. 25
[24]
Sri Soedewi Masjchden Sofwan, op.cit.,
hlm.19-20
[25]
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2003, hlm.30-31
Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
BalasHapushingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
profit,bergabung sekarang juga dengan kami
trading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009